Selasa, 13 Desember 2016

Panggilan Alam ( Cerpen )





Pagi ini sejuk sekali, mentari setinggi tombak melelehkan embun pagi yang berkilau bak berlian di atas tanaman hijau depan kampus. Bunga bermekaran di taman kecil samping danau kampus, aku menyambut riang dengan melebarkan senyum manisku perlahan, sambil menaiki anak tangga menuju lantai dua, lantai dimana ruang kelas ku berada.
Hari ini adalah hari terakhir ujian semester, libur panjang menunggu ku disana. Aku memasuki ruang kelas dengan semangatku, menghentakkan kaki ku yang memakai sepatu converse dengan santai. Di ruang kelas sudah hadir beberapa anak rajin, muka riang mereka menyambut ku ramah.
“Hay..Dit” mereka menyapaku,
“Hay...” Aku membalasnya seraya tersenyum.
 Aku langsung duduk dibangkuk bagianku, ku letakkan tas ku yang berisi laptop di atas meja belajarku, membuka laptop dan  menyalakan tombol powernya. Ini adalah kebiasan kami di kampus, termasuk aku, datang lebih awal dari jadwal mata kuliah yang seharusnya, hanya untuk memanfaatkan ‘tethering Wi-Fi’ kampus yang gratis. Dan setidaknya ini adalah yang dinamakan kreatif, mereduksi biaya pengeluaran dengan cara yang praktis, artinya tidak perlu merogoh kantong mahal-mahal hanya untuk online. Apalagi hidup merantau dan jadi anak kost di Ibukota Jakarta seperti ini, uang sepersen pun sangat berharga di mata kami.
Desktop laptop ku menyala terang dengan pemandangan background samudera Awan di atas puncak gunung yang tinggi, ini hanya fotoku di atas puncak Mahameru (Gunung Semeru) yang sedang mengangkat bendera Merah Putih dalam pendakian ‘Camping Ceria’ beberapa tahun yang lalu bersama teman-teman lama ku. Lihat foto yang terpampang di desktop, aku jadi kangen teman-teman ku dalam pendakian ini, Aku langsung kepikiran untuk langsung login ke Akun Email ku yang pertama kali. Setelah login, disana ada banyak kotak masuk dengan nama akun yang bercetak hitam tebal, baik nama akun yang dikenal maupun akun yang tidak dikenal. Aku menelusuri satu-satu dan membuka kembali riwayat-riwayat obrolan kami dulu. Tunggu sebentar, sepertinya ada email dari orang penting. Klik..
“Dengan hormat,
Kami dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, selaku pihak penyelenggara Lomba ‘Gunung Bukan Tempat Sampah’ beberapa bulan yang lalu, memilih saudara-saudari sebagai Tim Pendaki / Pecinta Alam terbaik dengan meraih Juara I, dan berhak mendapatkan penghargaan dan rangkaian acara selanjutnya. Sebagai pertimbangan dan informasi lebih lanjut kami melampirkan soft dokumen sebagai berikut......” bla.. bla.. bla...
Mataku berkaca, membulat dan rasanya ingin teriak bahagia di ruang kelas berukuran sempit ini. Mengabaikan isi email lain yang belum sempat ku baca, kemudian ku arahkan kursor ke arah soft dokumen yang di lampirkan di email tersebut, Aku tidak menyangka dengan isi email ini, yang menunjuk kami sebagai Tim Pendaki / Pecinta Alam terbaik dalam lomba beberapa bulan yang lalu. Dan padahal seingatku, kami berempat saat itu tidak begitu serius mengikuti lomba itu, hanya iseng ikut sebagai pengisi waktu yang kosong dan sekaligus reuni, karena kebetulan jarak kami berempat lumayan berjauhan dan jarang kumpul di karenakan sibuk.
Aku bergegas mengambil Handphone yang ku letakkan di samping laptop ku. Kemudian mengetik dan menyebarkan SMS dengan isi yang sama ke ketiga temanku Rully, Dila dan Ayu. Beberapa menit kemudian Dosen dengan mata kuliah pertama hari ini masuk. Aku meletakkan handphone kedalam tas ku, ku biarkan dia menunggu manis balasan SMS dari teman-teman ku itu hingga ujian selesai.
Ujian dengan mata kuliah yang pertama hari ini selesai, Dosen pun sudah meninggalkan ruang kelas beberapa menit yang lalu. Di luar cerah dengan matahari yang menyala dan panas. Balasan SMS yang ku tunggu dari tadi belum juga menderingkan nada notifikasi handphone ku yang ku setting sebagai nada SMS. Mungkin mereka sibuk pikirku, Ku login kembali akun email ku, dan ku forward email dari Kementerian Lingkup dan Kehutanan tersebut ke Akun Rully, Dila dan Ayu, Semoga mereka membaca nya.
Senja sore ini mulai tenggelam di ufuk barat, meninggalkan anak-anak manusia terlantar menyambut malam yang gelap. Aku berjalan pulang  menuju kost ku yang letaknya tidak begitu jauh dari kampusku, melawan rasa kecewa sambil melihat handphone yang dari tadi tidak ada satupun balasan dari ketiga teman yang Aku harap kan itu. Tiba depan kost, Aku masuk masih dengan muka kecewa di bumbu dengan kusam debu kendaraan di jalanan tadi. Ku rebahkan badanku di atas kasur kecil sambil menatap ke atas ke arah tas ransel yang menggantung di dinding kamar ku. Rasanya lelah sekali.
Tiba-tiba....
“Kriiinnggg... kriiinggg....” Handphone ku berdering, itu suara panggilan masuk. Mata yang hampir saja ku lelapkan karena ngantuk, tiba-tiba melotot semangat.
“Halo,,,!” Aku menyapa panggilan masuk nomor baru dengan nada datar,
“Iyahh haloo, Adit yah?” suara perempuan ternyata
“Iyah, ini siapa?”
“Ini Dila Dit, sorry aku telepon pake nomor teman. Kamu lagi dimana sekarang?”  ternyata Dila, Aku senang menyambut suara itu.
“Hey,, Aku lagi di kost sekarang, kemana saja kamu?” Aku bertanya balik,
“Sorry Dit, hari ini Aku sibuk banget, jadi gak sempat langsung nelpon kamu tadi. Oh iyah, tadi SMS dan Email yang kamu kirim udah Aku baca kok sama Ayu di Kampus, kayak nya kita OK Dit. Gini aja, Hari Minggu besok Kita berempat bisa ngumpul gak?”
“Ok, Aku coba hubungi Rully dulu yah”
“Ok.” Kami mengakhiri panggilan.
Kemudian Aku mencoba menghubungi Rully yang dari tadi di Hubungi gak Aktif-aktif, setelah beberapa kali aku mencoba ternyata hasilnya masih nihil, masih belum aktif. Aku hempaskan handphone ku di atas meja belajarku, sambil menunggu balasan SMS atau apa lah itu dari Rully. Dan beberapa jam kemudian, Rully membalas SMS ku.
“Ok, Dit. Aku ikut. Besok hari minggu ketemu di tempat biasa yah.!”
Pesan singkat yang sangat singkat, dan setidaknya menghapus kekecewaan ku yang menunggu balasan SMS nya dari tadi. Kemudian aku informasi ke ketiga teman ku itu.
Hari Minggu tiba, kami ketemuan dan berkumpul di tempat yang kami janjikan kemarin, Aku yang sebagai ketua Tim menjelaskan banyak detail-detail rangkaian acara sebuah Tugas dari Email Kementerian bermisi “Penyuluhan Alam Bersih, Alam Hijau, Alam Ku Sehat” ke salah satu perkampungan jauh di pelosok Provinsi Nusa Tenggara Barat. Aku beruntung punya tim pendaki yang member nya sehati seperti mereka, kemana pun langkahnya searah. Disini juga ada cewek cantik si Dila yang bisa kami andalkan untuk masalah penyuluhan ke pelosok – pelosok pedalaman. Dia sangat lihai dan berpengalaman dalam travelling seperti ini, dan beberapa minggu yang lalu pun dia baru saja pulang dari pedalaman suku baduy, Banten, itu perjalanan kelima kali nya ia kesana. Sebagai petualang dari kampung, tentunya aku juga tidak kaget dengan schedule ini, lagi pula dua orang tuan rumah di Ibukota ini, Rully dan Ayu terlihat enjoy saja di kursi seberang sana.
Semuanya sudah paham dengan penjelasan schedule nya, kami mengakhiri diskusi hari ini. Kemudian kami bergegas meninggalkan tempat kami, dan mulai mengurus semua administrasi serta mengkonfirmasi persetujuan kami ke kantor pihak penyelenggara sesuai petunjuk email yang kami baca. Kami disambut baik oleh petugas yang sedang bertugas disana. ‘Terima kasih’, hati kecilku ucap bahagia.
Hari – hari pun berlalu. Hari ini adalah hari keberangkatan kami, kami berempat ditemani ‘guide’ berpengalaman bernama Bang Ipin (Nama panggilan sebaya) utusan dari pihak penyelenggara, baiklah, jadi kami berlima. Duduk menunggu jadwal penerbangan Jakarta – Lombok di gate 7, Bandara Soekarno – Hatta. Kami sengaja memilih penerbangan jurusan Lombok untuk sekaligus mampir di tanah dengan julukan tanah 1001 mesjid itu, selain tiket nya murah sekaligus menikmati pemandangan alam yang ‘wah’ di sana. Yang kemudian besok siang rencananya via jalur darat dengan menaiki Bus untuk menuju tanah Bumi ‘Nggahi Rawi Pahu’ , Dompu.
Jam keberangkatan tiba. Suara panggilan petugas dengan microphone merespon telinga kami yang sedang bergurau dan ngobrol sama Bang Ipin sejak 30 menit tadi, kami dan para penumpang berbondong- bondong memasuki badan pesawat. Pesawatnya take off, kami berangkat. Penerbangan yang luar biasa, kebetulan aku duduk tepat disamping kaca jendela pesawat, kacanya bening tembus pandang, siapa saja akan bilang ‘keren’ dengan suguhan pemandangan alam diatas sini. Pemandangan diatas awan yang kali ini berbeda dengan pemandangan di atas seperti yang sebelumnya (di atas puncak gunung), disini kami bisa melihat langsung luas dan seberapa tinggi nya gunung – gunung  dan laut yang membentang di bawah pesawat kami, pulau Bali yang hijau dan luas, kemudian setelah melewati pulau Bali ada gunung Rinjani yang indah dan pemandangan lain yang tak kalah menarik disekitarnya.
Penerbangan akhirnya landing di bandara Internasional Lombok Praya. Kami bernafas lega di sejuknya tanah Lombok, NTB. Kemudian dilanjutkan naik taksi untuk mencari penginapan semalam. Dan kami bagi dua kelompok, karena taksi tidak muat untuk menampung kami berlima sekaligus. Sore semakin gelap, senja mulai acuh meninggalkan kami tanpa kata. Akhirnya Kami menginap di hotel yang berada di pusat kota Mataram, Lombok.
Detik – detik berganti, menggelar pagi yang menikmati lelap nya. Pagi ini kami mulai repacking barang – barang bawaan kami ke dalam ransel, dan segera menuju terminal mandalika, Bertais. Tak lama di terminal Mandalika, kami langsung menuju tempat tujuan kami via jalur darat menggunakan Bis eksekutif. Huuuff... lagi – lagi kami di suguhi pemandangan yang luar biasa, dari Lombok , Sumbawa dan hingga Dompu, sayangnya nyampe Dompu malam, hanya gelap hitam pekat yang menjadi pemandangan terakhir di tempat tujuan kami ini. Kami bermalam di rumah Kepala Desa, keluarga mereka menyambut kami bahagia. ‘Terima kasih Tuhan’, Sembari merebahkan badan di atas kasur yang sudah disiapkan untuk kami.
Tak ada badai, hanya angin pagi kecil disertai mentari pagi yang bangkit perlahan dari arah bukit di ufuk timur. Desa yang dingin sekali. Kami menikmati pagi ditemani Kepala Desa dengan jalan santai sambil memeluk siku mencoba menahan tusukan dingin ini. Berjalan menuju posko yang bakal jadi penyuluhan beberapa jam lagi sambil keliling – keliling disekitar perkampungan kecil ini. Teman – teman membulatkan mata di tengah kesejukan pagi, sesekali tersenyum sambil menunjuk ‘ada sesuatu disana.!’. Ini luar biasa sekali Tuhan.
Tiba di posko, Dila kami tunjuk sebagai narasumber untuk penyuluhan, bukan berarti tidak percaya dengan kemampuan diri sendiri ataupun yang lainnya, hanya saja demi kelancaran tugas ini kami tunjuk Dia yang sudah berpengalaman untuk menangani nya, tapi kami juga tidak tinggal diam, kami selalu ada disampingnya dan siap membantu.
“ Dit, coba kau lihat itu” Rully berbisik kecil ke telinga ku, matanya sambil menunjukkan ke arah papan yang memang sudah disiapkan gambar – gambar dan materi untuk hari ini. Aku sedikit tersengal melihat gambar – gambar disana. Sementara Dila dengan lincahnya menggerakkan bibirnya menjelaskan materi. Ternyata di balik kesejukan Desa ini ada hal – hal yang tidak lazim yang terjadi disana. Di gambar – gambar yang di tempelkan itu menjelaskan dengan detail dan rinci sekali tentang keadaan sebenarnya bukit dan alam di sekitar Desa ini, yang jadi korban manusia tidak paham aturan dan tidak punya kesadaran. Menyedihkan sekali, Aku kira bukit – bukit yang jadi pemandangan pagi tadi adalah sebuah anugerah yang tanpa masalah, ternyata tidak, hanya karena melihat dari jauh Aku tidak mengetahuinya. Banyak pohon yang tumbang akibat penebangan liar dan lahan gundul tanpa penghijaun yang terpampang di gambar yang di tempelkan itu.
“Bapak – bapak dan Ibu – ibu yang kami hormati. Penebangan pohon tidak harus dengan cara seperti ini......” Dila menegaskan perkara ini sambil mengarahkan tangannya ke arah gambar – gambar yang di tempel disana.
“......kita perlu memberlakukan aturan – aturan untuk mencegah hal – hal yang seperti ini. Banyak cara – cara lain yang perlu kita lakukan untuk tetap melestarikan lingkungan kita agar tetap hijau. Seperti contoh, di adakan sistim tebang pilih misalnya, itu pun harus di ikuti dengan yang namanya reboisasi atau penanaman kembali pohon – pohon baru sebagai pengganti pohon yang hilang di tebang sebelumnya...” Dila melanjutkan penjelasannya. Semuanya mengangguk paham.
Menit – menit berganti. Tak terasa hari ini hari ketiga, yang artinya hari terakhir kami di Desa ini. Kami membantu banyak warga – warga selama tiga hari disini. Dari penyuluhan hingga upaya – upaya untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan alam yang kembali hijau dalam bentuk kerja nyata. Kami sangat senang dengan bentuk penghargaan ini, kami mendapatkan pengalaman baru yang luar biasa dari sebelum – sebelumnya. Sambutan mereka ketika kedatangan sampai melepaskan kami pergi pun masih antusias dari muka mereka sekarang, mengharukan sekali. Ini bukan hanya sekedar tugas dan penghargaan menurutku, mungkin Tuhan menunjuk kami untuk datang menghadiri “Panggilan Alam” yang sudah lama menjerit. Semoga yang kami tinggalkan adalah ilmu berharga yang tak pernah mati sampai kami kembali pulang ke tempat kami. Terima kasih Tuhan....... ( Kami Pulang).

Tidak ada komentar: